Cerita Sex Aku Diperkosa Supirku (Part 1)

Lpkiukiu.com ~ Namaku Winda, umurku 36 tahun. Pernikahanku dengan suamiku telah memberikan kami dua orang anak yang kini sudah berusia 16 tahun dan 14 tahun. Waktu menikah usiaku masih 19 tahun. Kedua anakku sekolah di luar negeri, sehingga di rumah hanya aku dan suamiku serta dua orang pembantu yang hanya bekerja membersihkan rumah dan kebun, dan menjelang petang mereka pulang.

Suamiku adalah seorang pengusaha, ia memiliki beberapa usaha di dalam dan luar negeri. Kesibukannya membuat suamiku selalu jarang berada di rumah. Biasanya ia pulang ke rumah hanya untuk istirahat dan tidur, kemudian pagi-pagi sekali dia sudah kembali pergi lagi untuk bekerja.

Dulu sebelum anakku yang bungsu menyusul kakaknya untuk bersekolah di luar negeri, hari-hariku terasa lebih menyenangkan, karena selalu ada hal yang bisa kukerjakan, entah itu hanya sekedar mengantarnya sekolah atau untuk membantu mengerjakan PR. Namun sejak tiga bulan setelah anakku berada di luar negeri hari-hariku terasa sepi dan membosankan. Terlebih lagi bila suamiku sedang pergi dengan urusan bisnisnya yang berada di luar negeri, bisa meninggalkanku sampai 2 mingguan lamanya.
Aku tidak pernah ikut campur dengan urusan bisnis suamiku, sehingga hari-hariku kuisi dengan jalan-jalan ke mall ataupun pergi ke salon, dan terkadang melakukan senam. Sampai suatu hari kesepianku berubah karena supirku. Suatu hari setibanya di rumah dari tempatku senam, supirku tanpa kuduga memperkosaku.

Seperti biasanya setelah sampai rumah aku langsung masuk ke dalam rumah. Aku melangkahkan kakiku menaiki tangga menuju kamarku yang berada di lantai dua. Sampai di dalam kamar aku langsung melemparkan tasku. Kemudian aku melepas pakaian senamku, hingga tinggal BH dan celana dalam saja masih melekat di tubuhku.

Rasa lengket karena keringat yang masih tertinggal di tubuhku membuatku ingin segera membasuh badan. Aku pun melangkah menuju kamar mandi, tetapi langkahku terhenti ketika melewati cermin yang ada di meja riasku. Aku memandangi tubuhku sendiri dari cermin itu, aku lihat betisku yang masih kencang itu, lalu mataku mulai beralih melihat pinggulku yang besar seperti bentuk gitar dengan pinggang yang kecil, kemudian aku menyampingkan tubuhku hingga pantatku terlihat masih menonjol dengan kencangnya.

Kuperhatikan lagi bagian atas tubuhku, buah dadaku yang masih diselimuti BH terlihat masih terlihat cukup padat berisi. Saat masih asyik memandangi tubuhku sendri, aku dikejutkan oleh sesuatu,

“Ouh.. ngapain kamu di situ!” kataku dengan sedikit berteriak saat tiba-tiba kulihat dari cermin ada kepalanya supirku yang rupanya sedang berdiri di bibir pintu kamarku yang tadi lupa kututup.

“Jangan ngeliatin.. sana cepet keluar!” bentakku dengan marah sambil menutupi bagian tubuhku yang terbuka.

Tetapi bukannya mematuhi perintahku, dia malah melangkah masuk ke kamarku dan mendekatiku.

“Agus.. Saya sudah bilang cepat keluar!” bentakku lagi dengan mata melotot.

“Silahkan ibu teriak sekuatnya, hujan di luar akan melenyapkan suara ibu!” ucapnya dengan matanya menatap tajam padaku.

Sepintas kulihat celah jendela yang berada di sampingku dan ternyata memang hujan sedang turun dengan lebat. Ruang kamar tidurku memang cukup rapat jendelanya, hingga hujan turun pun takkan terdengar, hanya saja di luar sana kulihat dedaunan dan ranting pohon bergoyang tertiup angin kesana kemari.

Detik demi detik tubuh supirku semakin dekat dan terus melangkah menghampiriku. Terasa jantungku semakin berdetak kencang dan tubuhku semakin menggigil karenanya. Aku pun mulai mundur teratur selangkah demi selangkah, aku tidak tahu harus berbuat apa saat itu sampai akhirnya kakiku terpojok oleh bibir ranjang tidurku.

“Jangan Gus!” kataku dengan suara gemetar.

“Hua.. ha.. ha.. ha..!” suara tawa supirku saat melihatku mulai terpojok.

“Jangan..!” jeritku begitu supirku yang sudah berjarak satu meteran dariku menerjang tubuhku hingga tubuhku langsung terpental jatuh di atas ranjang dan dalam beberapa detik kemudian tubuh supirku langsung menyusul jatuh menindih tubuhku yang telentang.

Aku terus berusaha meronta saat supirku mulai menggerayangi tubuhku dalam himpitannya. Perlawananku yang terus-menerus dengan menggunakan kedua tangan dan kedua kakiku untuk menendang-nendangnya terus membuat supirku juga kewalahan hingga membuatnya kesulitan untuk menciumiku sampai aku berhasil lepas dari himpitan tubuhnya yang besar dan kekar itu.

Begitu mendapat kesempatan, aku berusaha untuk mundur dan menjauh dengan membalikkan tubuhku dan berusaha merangkak, namun aku masih kalah cepat darinya. Supirku berhasil menangkap celana dalamku sambil menariknya hingga tubuhku pun jatuh terseret ke pinggir ranjang kembali dan celana dalam putihku tertarik hingga bongkahan pantatku terbuka.

Namun aku terus berusaha kembali merangkak ke tengah ranjang untuk menjauhinya. Lagi-lagi aku kalah cepat dengan supirku, dia berhasil menangkap tubuhku kembali, namun belum sempat aku bangkit dan berusaha merangkak lagi, tiba-tiba saja pinggulku terasa kejatuhan benda berat hingga tidak dapat bergerak lagi.

“Agus.. Jangan.. jangan.. Gus..” kataku berulang-ulang sambil terisak menangis.

Rupanya supirku sudah kesurupan dan lupa siapa yang sedang ditindihnya. Setelah melihat tubuhku yang sudah mulai kelelahan dan kehabisan tenaga, supirku dengan sigapnya menggenggam lengan kananku dan menekuknya kebelakang tubuhku, begitu pula dengan lengan kiriku yang kemudian dia mengikat kedua tanganku kuat-kuat, entah dengan apa dia mengikatnya.

Setelah itu tubuhnya yang masih berada di atas tubuhku berputar menghadap kakiku. Kurasakan betis kananku digenggamnya kuat-kuat lalu ditariknya hingga menekuk. Lalu kurasakan pergelangan kaki kananku dililitnya dengan tali. Setelah itu kaki kiriku yang mendapat giliran diikatkannya bersama dengan kaki kananku.

“Saya ingin mencicipi ibu..” bisiknya dekat telingaku.

“Sejak pertama kali saya melamar jadi supir ibu, saya sudah menginginkan mendapatkan kesempatan seperti sekarang ini.” katanya lagi dengan suara nafas yang sudah memburu.

“Tapi aku majikan kamu Gus..” kataku mencoba mengingatkan.

“Memang betul bu.. tapi itu waktu jam kerja. Sekarang sudah pukul 7 malam, berarti saya sudah bebas tugas..” balasnya sambil melepas ikatan tali BH yang kukenakan.

“Hhh mm uuhh,” desah nafasnya memenuhi telingaku.

“Tapi malam ini Bu Winda harus mau melayani saya,” katanya sambil terus mendengus-denguskan hidungnya di seputar telingaku hingga tubuhku merinding dan geli.

Setelah supirku melepas pakaiannya sendiri lalu tubuhku dibaliknya hingga telentang. Aku dapat melihat tubuh polosnya itu. Tidak lama kemudian supirku menarik kakiku sampai pahaku melekat pada perutku lalu mengikatkan tali lagi pada perutku. Tubuhku kemudian digendongnya dan dibawanya ke pojok bagian kepala ranjang lalu dipangkunya di atas kedua kaki yang diselonjorkan, mirip anak perempuan yang tubuhnya sedang dipeluk ayahnya.

Tangan kirinya menahan pundakku sehingga kepalaku bersandar pada dadanya yang bidang dan terlihat otot dadanya berbentuk dan kencang sedangkan tangan kanannya meremasi kulit pinggul, pahaku dan pantatku yang kencang dan putih bersih itu.

“Agus.. jangan Gus.. jangan!” ucapku berulang-ulang dengan nada terbata-bata mencoba mengingatkan pikirannya.

Namun Agus tidak memperdulikan perkataanku, sebaliknya dengan senyum penuh nafsu dia terus saja meraba-raba pahaku.

“Ouh.. zzt.. Euh..” desisku panjang dengan tubuh menegang menahan geli serta seperti terkena setrum saat kurasakan tangannya melintasi belahan kedua pahaku.

Apalagi telapak dan jemari tangannya berhenti tepat di tengah-tengah lipatan pahaku.

“Guss.. Eeehh” rintihku lebih panjang lagi dengan bergetar sambil memejapkan mata ketika kurasakan jemarinya mulai mengusap-usap belahan bibir vaginaku.

Tangan Agus terus menyentuh dan bergerak dari bawah ke atas lalu kembali turun lagi dan kembali ke atas lagi dengan perlahan sampai beberapa kali. Lalu mulai sedikit menekan hingga ujung telunjuknya tenggelam dalam lipatan bibir vaginaku yang mulai terasa berdenyut-denyut, gatal dan geli.

Tangannya yang terus meraba dan menggelitik-gelitik bagian dalam bibir vaginaku membuat birahiku jadi naik dengan cepatnya, apalagi sudah cukup lama tubuhku tidak pernah mendapatkan kehangatan lagi dari suamiku yang selalu sibuk dan sibuk. Entah siapa yang memulai duluan saat pikiranku sedang melayang kurasakan bibirku sudah beradu dengan bibirnya saling berpagut mesra, menjilat, mengecup, menghisap liur yang keluar dari dalam mulut masing-masing.

“Ouh.. Winda.. wajahmu cukup merangsang sekali Winda..!” ucapnya dengan nafasnya yang semakin memburu itu.

Setelah berkata begitu tubuhku ditarik hingga buah dadaku yang menantang itu tepat pada mukanya dan kemudian,

“Ouh.. Gus..” rintihku panjang dengan kepala menengadah kebelakan menahan geli bercampur nikmat yang tiada henti setelah mulutnya dengan langsung memagut buah dadaku yang ranum itu.

Kurasakan mulutnya menyedot, memagut, bahkan menggigit-gigit kecil punting susuku sambil sekali-kali menarik-narik dengan giginya. Entah mengapa perasaanku saat itu seperti takut, ngeri bahkan sebal bercampur aduk di dalam hati, namun ada perasaan nikmat yang luar biasa sekali seakan-akan ada sesuatu yang pernah lama hilang kini kembali datang merasuki tubuhku yang sedang dalam keadaan tidak berdaya dan pasrah.

“Bruk..” tiba-tiba tangan Agus melepaskan tubuhku yang sedang asyik-asyiknya menikmati sedalam-dalamnya tubuhku yang sedang melambung dan melayang-layang itu hingga tubuhku terjatuh di atas ranjang tidurku. Tidak berapa lama kemudian kurasakan bagian bibir vaginaku dilumat dengan buas seperti orang yang kelaparan.

Mendapat serangan seperti itu tubuhku langsung menggelinjang-gelinjang dan rintihan serta erangan suaraku semakin meninggi menahan geli bercampur nikmat sampai-sampai kepalaku bergerak menggeleng ke kanan dan ke kiri berulang-ulang. Cukup lama mulutnya mencumbu dan melumati bibir vaginaku terlebih-lebih pada bagian atas lubang vaginaku yang paling sensitif itu.

“Agus.. sudah.. sudah.. ouh.. ampun Guuuss..” rintihku panjang dengan tubuh yang mengejang-ngejang menahan geli yang menggelitik bercampur nikmat yang luar biasa rasanya saat itu.

Lalu kurasakan tangannya pun mulai rebutan dengan bibirnya. Kurasakan jarinya dicelup ke dalam lorong kecil kemaluanku dan mengorek-ngorek isi dalamnya.

“Ouh.. Gus..” desisku menikmati alur permainannya yang terus terang belum pernah kudapatkan bahkan dengan suamiku sendiri.
Previous
Next Post »